Selasa, 10 Desember 2013

Muda Berkarisma, Tua Shahih Beragama (part 1)


Sering aku memikirkan nikmatnya menyeruput kopi di pagi hari, meja makan tertata rapi karena bibi setiap hari menyiapkan sarapan pagi. “Bi, jus mangga buat Rama mana..?’’, iya ini sedang bibi bawa bu.. “Biii, aku ga mau selai kacang, bawain selai coklat.. pokoknya.. titik.!” Celotehan adik manja mengiang-ngiang sertai aktivitas pagi kala itu.Ayah datang dengan kebijaksanaannya, “Bi, biar dia ambil sendiri, biar nggak manja nantinya, ini suruhan ayah..”, sambil datang mengancingkan pergelangan baju melototi anaknya yang paling manja. Si sulung yang telat bangun pagi ini berlari-lari seketika menyikat segala makanan yang ada di meja sekenanya saja, sambil berlari memakai sepatu dan menguyah remahan roti, sambil berpamitan, “Ayah Ibu dek, kakak berangkat dulu ya.. kakak belum ngerjain PR nih, semalam ga sempet buat.. “, mengernyit jidatnya sambil menyesali perbuatannya semalam begadang main game dan dilanjut menonton Club bola favoritnya berlaga malam tadi, bahkan lupa tadi pagi sempat sholat shubuh atau tidak. Sudahlah..








Di sudut kota lain tak senikmat sarapan pagi itu, setiap pagi dalam keluarga itu hanya punya lauk seadanya. Lauk untuk dimakan karena sisa makan malam yang masih lezat setelah dipanaskan, cukup untuk berempat.Abang pertama dan adik laki-lakinya berjalan menyusuri ruang kosong perumahan, yah, jalanan yang sepi setiap pagi di kala fajar sebelum menyingsing. Selepas sholat shubuh berjamaah di masjid dekat rumah, “Bang, pagi ini mau ngaji surah apa? Aku sudah hafal surah al-Insyiroh nih.. nanti belikkan es krim“, bertanya sambil menagih janji abangnya. “Kamu sudah hafal? Bagus.. itu baru adik abang, tapi nanti abang selesaikan hafalan abang dulu ya, baru setelah itu abng dengarkan hafalan kamu.. OK?!” sambil merangkul adiknya itu yang terpaut 5 tahun.Di sudut kota lain tak senikmat kisah itu, pagi pagi ayah bunda dalam keluarga itu hanya punya lauk seadanya. Lauk untuk dimakan karena sisa makan malam yang masih lezat setelah dipanaskan, cukup untuk berempat. 








Assalamu’alaykuum… !, sahut dua jagoan itu pada seisi rumah, menyemangati orang rumah yang masih bermalas-malsan di pagi buta kala itu.Bau masakkan ummi menusuk hidung mereka, sedang memanaskan lauk untuk sarapan nanti. Tanpa mau tergoda iman dan perut mereka, bergegas pergi ke kamar abang, muraja’ah Al-Qur’an.Tidak senikmat menyeruput kopi di pagi hari, hanya teh dan susu saja tersedia. Meja makan tertata seadanya karena tak ada pembantu yang setiap hari menyiapkan sarapan pagi. Pagi itu tenang, tak ada keributan anak manja yang minta ini itu, segalanya dipersiapkan sendiri. Nasi ambil sendiri, lauk pun tinggal ambil yang tersedia seadanya. “Jangan lupa baca bismillah..!”, sambil menjitak adiknya yang polos karena lupa membaca doa. Ummi dan Abi yang duduk di sebelah tersenyum saja melihat tingkah laku mereka.Di ruang kamar abang, tersayup-sayup lantunan ayat suci Al-Qur’an, adiknya bergantian membacakan ayat Qur’an dengan nada seadanya, dan terbata-bata, tapi cukup baik untuk anak seumurannya. Suara itu mengalun mengiringi kesudahan tebing malam menutupi, digantikan cahaya pagi yang sinarnya datang melalui kaca jendela.”Bang, sudah pukul 6, padahal bacaanku masih banyak yang salah.. hhuuh besok ajari lagi ya .. sekarang, aku harus siap-siap berangkat, hari ini bu guru periksa kuku dan kerapihan seragam sekolah, aku harus bersiap lebih awal.. semalam aku sudah kerjakan PR, makasih sudah mau bantu aku semalam..”, bangun dari duduknya dari hadapan abangnya. “iya, sudah pukul 6, nggak kerasa ya, abang juga mau periksa tugas semalam, dan sedikit melanjutkan bacaan abang tadi yang masih tanggung, jangan lupa kalau ada waktu luang, kamu sempatkan baca sendiri ya di mushola sekolah, minta ajari bu guru, sana siap-siap gih, ingat.. jangan tegesa-gesa!”


Di didik sejak kecil, dalam keluarga paham agama, adalah mukjizat dari alam semesta bagai titik noktah putih terhadap kegelapan kehidupan.




Di sekolah,….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar