Minggu, 26 April 2015

MARI MENGHAFAL AL-QURAN


AL-QURAN Allah turunkan sebagai pedoman hidup manusia. Seluruh manusia, bukan hanya orang Islam saja. Namun, tentunya, kita yang beragama Islam-lah yang harus memulai mempelajari dan menyebarkannya ke seluruh dunia, ke semua orang non-Islam, supaya dunia bisa merasakan keindahan Islam. Oleh karena itu, sejak dini, kita harus segera belajar membaca al-Quran. Kalau sudah bisa, kita tingkatkan dengan menghafalnya. Atau, sedini mungkin, sejak belum bisa mengeja huruf-huruf hijaiyah pun seharusnya sudah mulai menghafal Al-Quran. Program hafalan Al-Quran adalah program seumur hidup bagi setiap Muslim. Dari menghafal, yang dibarengi dengan mendalami makna-maknanya, kita akan terbimbing dan terarahkan untuk mengamalkan Islam dengan baik. Nah, mari kita mulai program menghafal Al-Quran dari rumah kita, bersama seluruh anggota keluarga. Kita jadikan keluarga kita keluarga Al-Quran, rumah kita rumah Al-Quran. Mari selalu berusaha untuk selalu BERSEMANGAT untuk mengangkat tinggi-tinggi Al-Quran. Kata orang Jepang, GANBATTE KUDASAI!*(Herliawan Setiabudi)

PENGUSAHA, MANUSIA MERDEKA

KATA Dahlan Iskan, dari sekian panjang perjalanan hidupnya yang dilalui dengan beragam profesi—karyawan, pengusaha kecil, pengusaha menengah, pengusaha besar, direktur BUMN, menteri BUMN—fase paling membahagiakan baginya adalah ketika dia menjadi pengusaha. “Pengusaha tidak mempunyai atasan. Dia merdeka. Tidak ada yang atur-atur. Semua keputusan ada di tangannya. Mau jungkir balik, semua terserah dia,” kurang lebih, begitu ungkapnya dalam suatu kesempatan.
Dan, menjadi pengusaha itu profesi paling cocok ditekuni oleh umat Islam. Tetapi, bukan satu-satunya memang. Bukan berarti profesi yang lain tidak boleh dilakoni dan menjadi hina. Boleh, silakan. Hanya saja, tipe pengusaha itu tipe yang paling mendekatkan diri kita kepada Allah. Paling tidak itu yang terpikir di benak saya saat ini setelah mendengar sana-sini dan melihat para pengusaha yang pernah saya jumpai di sekitar saya selama ini. Sebab, di situ dia bebas, relatif lebih tidak terikat oleh siapa pun kecuali kepada Allah.
Memang, itu kembalinya kepada si pengusaha itu sendiri. Mau apa tidak dia menjadi pengusaha yang bertakwa. Kalau sekedar mengejar dunia, justru momen kebebasannya itu akan membuat dia semakin sombong. Dan bisa jadi, dia akan merasa menjadi seperti Qarun, atau bahkan Firaun yang sombong kelewatan ketika dia mulai terlihat sukses membangun bisnisnya. Wal ‘iyaadzu billaah.
Islam menuntut seorang hamba menjadi manusia merdeka yang tidak bergantung kepada siapa pun, tidak tertekan oleh siapa pun, tidak takut kepada siapa pun, kecuali kepada Allah semata. Ini salah satu isi ajaran tauhid. Semua datang dari dan kembali kepada Allah. Islam hadir dengan membawa misi membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan kepada Rabb-nya manusia.
Nah, irama hidup seorang pengusaha, tampaknya sangat selaras dengan misi Islam. Maka bukan suatu kebetulan jika Rasulullah dahulu juga adalah seorang saudagar. Selain memutar modal Khadijah, beliau juga mulai mengembangkan bisnis beliau sendiri.
Mengasyikkan sekali berbisnis itu. Kehidupan seorang pebisnis sangat dinamis. Setiap saat ada hal-hal baru yang dia temukan. Sebab, semua perubahan harus dia monitoring untuk bisa menyesuaikan jalannya roda usaha dengan realita yang bersinggungan dengannya. Jadi, dia dipaksa untuk pro-aktif berpikir, berpikir dan berpikir melahirkan strategi jitu untuk beradaptasi agar usahanya bisa terus survive dan stabil di tengah dinamika dunia yang begitu cepat. Setelah stabil, dia mulai berpikir bagaimana caranya menjadi trend setter.
Dengan pola perubahan yang selalu tidak menentu, tentu dia tidak mampu jika hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri. Pasti dia membutuhkan Allah untuk menolongnya menghadapi setiap situasi yang menyapa. Di sinilah dia akan selalu belajar dan meningkatkan nilai tawakal kepada Sang Pencipta yang berkuasa mengatur semua peredaran hidup makhluk-makhluk-Nya.
Bagi sahabat muda Muslim, mari jangan ragu dan takut memulai usaha. Ceburkan diri ke dunia usaha dengan niat menjemput rezeki barokah dari Allah. Mudah-mudahan, seiring semakin banyak pengusaha muslim, semakin banyak pula orang dengan kualitas tawakal yang tinggi. Dengan begitu, jalan menuju kejayaan Islam pun akan semakin dekat. Jangan kita lupa, dahulu, Indonesia merdeka juga melibatkan peran besar para pengusaha Muslim di bumi Nusantara ini.
Dinamis adalah satu karakter Muslim yang dituntut untuk selalu bergerak dan mengadakan perubahan progresif ke depan dalam setiap nafas hidupnya. Spirit ini tampaknya mulai meluntur di tengah umat Islam. Maka, mari, yang muda-muda, kita mulai hidupkan kembali semangat para saudagar Muslim tempo dulu untuk melahirkan generasi Muslim yang tangguh dan lebih baik ke depan.*(Herliawan Setiabudi)

Pasang-surut Islam di Negeri Tirai Bambu

Oleh: Rahman Darmawan
ISLAM di China mengalami fase pasang surut. Sejak kedatangan Islam di negeri Tirai Bambu itu, selalu tidak sepi dari kontroversi dan banyak fakta-fakta sejarah yang dikaburkan oleh kalangan sekuler yang ingin menegasikan peran Islam yang turut mewarnai kemajuan China modern.
Awal mula Islam masuk ke China
Apa yang ada di benak kita ketika melihat wajah putih kekuningan dengan mata sipit? Biasanya yang terbetik di benak kita adalah: kafir, musyrik, penjajah dan lain-lain. Kanapa? Karena fakta itulah yang mungkin selalu terlihat oleh umat Muslim di Indonesia. Sehingga, orang yang berpandangan sempit membenci warga keturunan China yang tinggal di negeri mereka tanpa alasan dan dalil yang jelas.
Siapa sangka jika ternyata agama Islam telah tersebar di China selama lebih dari 1300 tahun. Menurut laporan legendaris tradisional Muslim China, Islam pertama kali dibawa ke China oleh utusan Khalifah Utsman bin Affan dipimpin oleh Saad bin Abi Waqqas (pada 651 M, kurang lebih delapan belas tahun setelah kematian Nabi Muhammad) setelah menang atas orang Romawi Bizantium dan Persia demi mengajak kaisar untuk memeluk Islam. Kaisar Yung Wei, yang berkuasa pada masa dinasti Tang yang menerima utusan khalifah tersebut, kemudian memerintahkan pembangunan Masjid Memorial di Canton, masjid pertama di negara tersebut, yang masih berdiri hingga sekarang setelah empat belas abad berlalu yang awalnya dimaksudkan untuk mengenang Nabi Muhammad.
Sementara sejarawan sekuler modern cenderung untuk mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa Saad bin Abi Waqqas sendiri pernah datang ke China. Mereka berpendapat hanya diplomat dan pedagang Muslim yang datang ke China pada masa dinasti Tang.
Sedangkan tentara muslim mencapai China pertama kali melalui jalur darat di masa Khalifah Al-Walid dari Bani Umayyah. Al-Hajjaj ibn Yusuf Al-Tsaqafi, gubernur Irak pada waktu itu, mengirim tentara muslim di bawah pimpinan Qutaibah ibn Muslim Al-Bahili ke perbatasan China untuk menjalin hubungan perdagangan dengan china.
Islam mencapai puncak kejayaan
Pada 138 H (755 M) kaisar China meminta pertolongan dari bangsa muslim untuk memadamkan pemberontakan An-Lu-Chan. Khalifah memenuhinya degan mengirim pasukan terdiri dari 4000 orang tentara muslim yang berhasil mengalahkan pemberontakan dan menetap di tanah China. Mereka menikahi wanita China, dan membangun keluarga muslim, sehingga memberikan dukungan demografik yang kuat kepada komunitas muslim pertama di China.
Masa pemerintahan dinasti Ming adalah masa yang menarik dan dapat dikatakan sebagai masa kejayaan Islam di China. Di masa ini, hidup seorang tokoh muslim China yang legendaris yang juga panglima angkatan laut China dan telah melakukan 7 kali pelayaran mengelilingi dunia pula. Dialah Cheng Ho alias Cheng He. Pada masa pemerintahan dinasti Ming ini banyak para pejabat negara dan anggota keluarga keajaan yang beragama Islam.
Sebelum dinasti Ming ada dinasti Yuan. Pada masa pemerintahan dinasti Yuan orang-orang muslim dari Asia Tengah banyak menduduki posisi dan kedudukan penting di pemerintahan, tapi di saat itu juga pemerintahan dinasti Yuan sendiri sedang korup dan mengeksploitasi penduduk Han. Mereka mengenakan pajak yang tinggi, dan ini memicu kemarahan penduduk Han. Pada tahun 1368 kekuasaan dinasti Yuan pun tumbang.
Kemudian, bangsa Han, bersama-sama dengan orang Islam mendirikan dinasti Ming dengan mengangkat Zhu Yuanzhang sebagai kaisar pertama dinasti itu. Zhu Yuanzhang (1328-1398) bukanlah seorang bangsawan. Ia berasal dari kalangan jelata yang miskin. Dia sangat dikagumi sekaligus juga dicerca.
Ia dikagumi karena mampu mengusir penguasa atau penjajah asing dan memulihkan kekuasaan China di bawah naungan bangsa Han. Zhu Yuanzhang juga diakui telah banyak membangun China setelah dilanda peperangan yang panjang. Ia memperbaiki kanal yang terbengkalai dan rusak, menggalakkan sektor pertanian, menghijaukan kembali hutan-hutan yang gundul, melanjutkan pembangunan kembali Tembok Besar (Great Wall). Namun ia juga dicerca karena gaya pemerintahannya yang dijalankan dengan tangan besi, tirani, dan despotik.
Tak pernah diketahui dengan jelas siapa sebenarnya Zhu Yuanzhang. Apakah ia seorang Muslim atau bukan, telah menjadi bahan perdebatan yang hangat antara fakta dan spekulasi. Sementara kalangan meyakini bahwa Zhu Yuanzhang adalah seorang Muslim. Sekurangnya ada enam alasan mengapa Zhu Yuanzhang diyakini sebagai pemeluk Islam.
Alasan pertama, Zhu Yuanzhang dilahirkan di Anhui, tempat di mana banyak orang Islam tinggal. Pada zaman itu, hampir semua penduduk Anhui adalah orang Islam. Jadi kemungkinan Zhu Yuanzhang tidak beragama Islam sangat kecil sekali. Kalaupun benar, pengaruh Islam yang kuat dari lingkungannya akan sangat membekas dan bukan tak mungkin membuatnya beralih keyakinan (seperti proses pada alasan keenam di bawah).
Alasan kedua, diketahui bahwa permaisuri Zhu Yuanzhang, Ratu Ma, adalah seorang Hui (muslim) yang berasal dari daerah yang sama dengannya yaitu Anhui. Ratu Ma adalah istri yang paling disayanginya dan sangat berpengaruh. Saat Ratu Ma meninggal tahun 1382, Zhu Yuanzhang merasa sangat terpukul. Peristiwa inilah yang ditengarai menjadi penyebab mengapa perilakunya menjadi lebih irasional dan tidak dapat diprediksi. Ketika Zhu Yuanzhang meninggal pada tahun 1398, dia dimakamkan di samping makam istrinya ini di Nanjing (Ming Xiaoling Mausoleum), [Jiangsu (Chronicle of the Chinese Emperors, Ann Paludin)].
Seperti kita ketahui, seorang perempuan Muslim dilarang menikah dengan orang kafir dan orang-orang Hui sangat menjaga hal ini dengan ketat. Tidak mungkin keluarga Ratu Ma mau menikahkannya dengan seorang yang bukan Muslim.
Alasan ketiga, ketika Zhu Yuanzhang berhasil merebut Nanjing, yang dijadikannya sebagai ibukota dinasti Ming (sebelum dipindahkan ke Beijing), dia memberikan instruksi untuk membangun sebuah Masjid Raya yang bernama “Jing Jue”, dan di Masjid ini terdapat sebuah pahatan syair yang dibuat untuk dedikasi Masjid tersebut.
Alasan keempat, banyak prajurit dan jenderal yang berjuang bersamanya untuk menggulingkan dinasti Yuan dan mendirikan dinasti Ming yang beragama Islam. Jenderal Chang Yuchun, Hu Dahai, Mu Ying, Lan Yu, Feng Sheng yang menjadi inti kekuatan pasukannya adalah jenderal-jenderal yang beragama Islam. Selain itu, banyak di antara tentara Yuan yang menyerahkan diri adalah orang Muslim yang pindah dan menetap di ibukota Nanjing tersebut, sehingga populasi orang Muslim di Nanjing sejak itu bertambah jumlahnya.
Alasan kelima, orang-orang suku Hui di China meyakini bahwa Zhu Yuanzhang adalah seorang Muslim. Setidaknya ia seorang Muslim dalam kehidupan pribadinya.
Alasan keenam, Zhu Yuanzhang sendiri ketika mudanya adalah pengikut sekte agama “Mingjiao” (Teaching the Light) yang dipengaruhi ajaran Manicheanisme dari Persia. Namun saat ia naik menjadi Kaisar Ming pertama, sekte ini ditumpas habis olehnya. Ia juga menyangkal segala sesuatu yang menyangkut hubungannya dengan sekte ini (China Heritage Newsletter, No.5, March 2006).
Selain itu, sudah menjadi rahasia umum bahwa Pemerintah China sejak zaman Dinasti Chin yang korup hingga masa pemerintahan Partai Komunis yang anti-agama sangat dengki kepada Islam. Mereka tak ingin jika Islam tercatat ikut mewarnai khazanah kejayaan China. Banyak tokoh muslim legendaris dalam sejarah China dikaburkan bukti keislamannya dengan tujuan melenyapkan kontribusi Islam dalam kejayaan China.
Masa Surutnya Islam
Dinasti Manchu-Qing (1644-1911) adalah awal surutnya pengaruh Islam di Tiongkok. Karena dianggap sebagai pembela utama dinasti Ming, maka semua kegiatan agama, pembangunan masjid dan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah dilarang.
Politik “devide et impera” digunakan untuk memecah belah umat Islam yang terdiri dari bangsa Han, Tibet dan Mongol. Akibatnya ketiga suku penganut Islam itu saling bermusuhan. Tindakan represif Dinasti Qing itu memicu pemberontakan Muslim “Panthay” yang terjadi di provinsi Yunan dari 1855 M hingga 1873 M. Pemberontakan umat Muslim keturunan Han belakangan diikuti oleh orang-orang Han secara umum.
Masa Setelah Revolusi Nasional China
Republik China berdiri setelah Dinasti Manchu-Qing runtuh oleh Revolusi yang dipimpin Dr. Sun Yat Sen (Sun Zhong Shan). Di dalam San Min Zhu Yi (tiga landasan pokok negara), keberanian pahlawan muslim diakui sebagai sumber inspirasi utama perjuangan kebebasan negara Tiongkok modern. Masa itu pejabat kementerian negara dan petinggi partai Kuo Min Tang banyak dijabat oleh orang Islam.
Menurut catatan pemerintah nasionalis ada 40 masjid dan ratusan madrasah didirikan di Beijing. Dalam konstitusi Republik China pada tahun 1911 disebutkan: Masyarakat Han, Hui (Muslim), Meng (Mongol) dan Tsang (Tibet) berada di bawah pemerintahan Republik China, sedangkan daerah khusus Provinsi Qinhai, Gansu dan Ningxia berada dalam kekuasaan Masyarakat Muslim yakni keluarga Ma dan Masyarakat Uighur.
Kondisi yang kondusif dan stabil tersebut tidak berlangsung lama. Keadaan menjadi buruk ketika terjadi Revolusi Budaya oleh Partai Komunis (Gong Chan Tang) yang merubah negara China menjadi Republik Rakyat China (RRC). Semua hal yang berbau non-material dibatasi, termasuk agama. Tetapi setelah terjadi revolusi sosialis pada tahun 1978, pemerintah RRC mulai memulihkan 3 agama yang dianggap Tradisional Asli (Tao, Budha dan Islam).
Kini Islam kembali berkembang di China. Masjid menjadi pusat aktivitas antaretnis Muslim. Asosiasi Islam Republik Rakyat China (Zhongguo Yisilan Xie Hui) telah berdiri saat ini, disamping banyak pusat kajian Islam dan pesantren berdiri. Sebagian produk makanan di China telah mencantumkan produk halal atas rekomendasi dari Zhongguo Yisilan Xie Hui.
Perjalanan ibadah haji juga telah difasilitasi pemerintah lewat Beijing dan Lanzhou (propinsi gansu). Wilayah yang mayoritas warganya muslim diberikan hak otonomi untuk melaksanakan kebebasan beragama dan menjalankan kebudayaannya sendiri, bahkan untuk sekolah ke Timur Tengah untuk memperdalam Islam.
Kembali Terhambat
Dalam beberapa dekade terakhir, kondisi berubah lagi. Islam di China mengalami banyak hambatan kembali. Terutama dari pemerintah China sendiri. Problem Xinjiang (Turkistan Timur) misalnya, belum juga ada titik terang penyelesaiannya. Penderitaan kaum muslimin di Xinjiang, yang mayoritasnya berasal dari keturunan bangsa Turki dan muslim Uighur, masih terus berlanjut.
Pada tahun 2011 hingga 2013 banyak dari kaum muslimin pada bulan Ramadhan dipaksa untuk berbuka pada siang hari, bahkan banyak pada saat sahur tidak mendapatkan makanan untuk sahur.
Pelarangan demi pelarangan terus diberlakukan atas kaum muslin di Xinjiang, mulai dari pelarangan berpuasa dan memasuki masjid telah diluncurkan walaupun belum secara resmi di tetapkan hingga pada tanggal 10 April 2015 lalu sampai pada puncaknya. Parlemen Xinjiang secara resmi mengeluarkan statemennya yang berisi larangan bagi umat Islam setempat untuk mengumandakan adzan, melakukan shalat, pemakaian hijab, dan bahkan simbol-simbol Islam.
Media pemerintah setempat melaporkan pada Agustus tahun lalu, kota lain di Xinjiang, karamay juga telah melarang orang yang memakai gaya pakaian Islam dan berjenggot lebat untuk menaiki bus umum, bahkan puluhan aparat telah berjaga di tempat pemberentian bus-bus umum.
Peristiwa ini menunjukan akan kebenaran hadis Rasululah SAW tentang periodesasi kaum muslimin. Yaitu dengan urutan sebagai berikut, (1) Zaman kenabian, (2) Zaman khilafah Rasyidah, (3) Zaman Mulkan ‘Adhan (raja-raja kejam), (4) Zaman Mulkan Jabariyah (penguasa diktator), (5) Zaman Khilafah berdasar prinsip-prinsip nubuwah. Para ulama sepakat bahwa kita sekarang ini berada di zaman keempat, yaitu Mulkan Jabariyah (para penguasa diktaktor), sebuah kondisi dimana para pemimpin memaksakan kekuasaan mereka yang tidak lagi dilandaskan pada aturan Islam.
Terbukti sudah akan kebenaran tersebut kaum muslim di China telah dipaksa untuk tidak mengamalkan ajaran ajaran islam. Di tempat-tempat lain pun demikian adanya. Zaman ini merupakan zaman yang paling tegang, karena sekarang tidak ada negara yang berani menampung dan memberi jaminan perlindungan untuk kaum muslimin jika ingin pindah ke negara tersebut.*

MAGNET JIHAD SYRIA MEMIKAT FOREIGN FIGHTER BELGIA

Oleh: Pramudya Yhe
ISLAM adalah agama minoritas terbesar di Belgia. Diperkirakan, populasi Muslim mencapai 6 persen dari total penduduk Belgia. Atau, diperkirakan jumlah populasi Muslim berjumlah sekitar 630,000 jiwa dari total penduduk Belgia.
Di tahun 1960-an ketika masyarakat Belgia sedang dalam pemulihan total dari kehancuran Perang Dunia II, negara ini mengundang ribuan imigran Maroko dan Turki untuk bekerja di industri berat pada waktu itu yang mendominasi pertumbuhan ekonomi Belgia. Hampir semua orang yang bukan bagian dari kaum terpelajar sudah bergaji relatif besar di industri baja atau tambang batu bara.
Orang-orang yang menjadi peserta program ini kemudian disebut sebagaiguest-worker. Program ini memberikan kesempatan bagi para imigran non-Belgium untuk dapat dengan bebas masuk ke Belgia tanpa visa seperti saat ini dan bebas untuk hijrah ke negara perantauan karena kondisi politik dan hukum pada waktu itu sedang kacau pasca-Perang Dunia II.
Program itu kemudian dihapuskan pada tahun 1974 tanpa ada alasan yang jelas. Namun banyak guest-worker yang masih tetap tinggal di Belgia dan membawa keluarga mereka menggunakan hukum reunification laws atau penyatuan kembali dari keluarga. Sehingga, hari ini masyarakat Muslim yang terus tumbuh bisa jadi disebabklan karena adanya migrasi pernikahan tersebut dari para mantan guest-worker.
Pada tahun 1974 Islam secara resmi diakui oleh masyarakat Belgia sebagai agama minoritas, atau agama komunitas dengan dibuatnya Komunitas Muslim yang diwakili oleh Muslim Executive Belgium.  Pada situs web merekahttp://www.embnet.be/default.aspx, Komunitas Muslim  Belgia ini menerbitkan informasi tentang Islam, mengenai urusan muamalah sosial, budaya Islam, masjid, serta urusan sosial lainnya.
Meskipun  pada awalnya komunitas Muslim Executive Belgia (MEB) ini dianggap eksklusif oleh kalangan pejabat pemerintahan dan masyarakat secara umum, namun saat ini telah menjadi bagian dari komunitas eksekutif yang mewakili generasi pertama umat Islam di Belgia. Dan tampaknya telah terintegrasi cukup baik ke dalam heterogensi masyarakat di Belgia, tentu saja hal ini membuka peluang sinkronisasi dengan tujuan politik global umat Islam (siyasah syar’iyah) di masa depan.
Keturuan para imigran guest-worker ini menempati kota-kota seperti Antwerpen, Mechelen, Vilvoorde, dan Brussels, meskipun masih sebagai minoritas. Status sosial sebagai pekerja kelas rendah yang disandang leluhur mereka tidak menghalangi mereka untuk membangun karir dan keluarga serta membaur dengan komunitas lainnya. Sehingga, embrio kaum Muslim ini sudah relatif berhasil mengintegrasikan diri mereka ke dalam tatanan umum masyarakat Eropa.
Magnet Jihad Bumi Syam
Allah telah menetapkan keberkahan bagi wilayah Syam. Dalil tentang penyebutan wilayah Syam sebagai bumi yang diberkahi, banyak disebutkan dalam Al-Quran maupun Sunnah. Wilayah ini, sebagaimana pemetaan pada masa lampau, meliputi negara Lebanon, Syria, Yordania dan Palestina.
Satu per satu negara di dunia dengan penduduk Muslim di dalamnya mulai menemukan jati diri yang sesungguhnya sesuai fitrahnya untuk berada di jalan perjuangan Islam. Tak terkecuali Islam di Belgia.
Perlu dicatat bahwa sebelum Belgia dinyatakan sebagai penyumbang Foreign Fighter terbesar dari Eropa di Syria (kemudian di Irak), sebelumnya negara ini memang dikenal sebagai pemasok utama pejuang Jihadis di berbagai front jihad Islam. Namun, baru mengemuka setelah mencuatnya isu the Islamic State of Iraq and Sham (ISIS).
Fakta pada 10 September 2001, serangan bunuh diri di Ahmed Shah Masoud, pemimpin Aliansi Utara di Afghanistan dilakukan oleh seorang Muslim Belgia. Dan bahkan sebelum 9/11 Belgia memainkan peran yang cukup penting dalam jihad internasional. Beberapa mujahidin Belgia terlibat dalam GICM (Groupe Islamiste Combattante Marrocaine) dan GIA Al-Jazair. Syaikh Bassam al-Ayashi, yang merupakan pejuang Belgia tertua di Syria, pernah diduga menjadi perekrut utama al-Qaeda dan sekarang memimpin cabang kecilnya sendiri,Suqur as-Sham, di Syria bagian utara.
Di saat bersamaan, terjadi pula gelombang politik anti-Islam di kebanyakan negara-negara Eropa. Arus politik ini terutama digembar-gemborkan oleh Amerika dan sekutunya melalui berbagai macam media dan sarana strategis lainnya dalam jurnal-jurnal internasional yang disetir untuk melayani kepentingan Barat.
Gelombang politik anti-Islam ini tetap tidak mampu menyurutkan kaum muslimin terhadap pertolongan Allah, bahwa sampai kiamat nanti akan tetap ada yang berjihad dalam rangka iqomatuddin, menegakkan kalimat Allah. Terbukti, di tengah islamofobia yang melanda negeri mereka, pejuang-pejuang Muslim dari Eropa justru membanjiri ladang-ladang jihad fie sabilillah. Di Belgia, kegiatan para pemuda Muslim yang mulai terengkuh oleh hidayah Islam mulai mendapat sorotan. Pasalnya, banyak di antara mereka yang telah bergabung dengan para pejuang Islam di Syam, Irak, Afghanistan serta berafiliasi dengan berbagai faksi mujahidin trans-nasional yang ada.
Magnet Jihad Semakin Kuat
Media Barat banyak yang menyoroti dan bertanya-tanya, “Why so many Jihadists come from Belgium?” Persoalan ini menjadi topik yang ngetren di negara yang terkena dampak islamofobia ini. Data per 2 Agustus 2014 dari database penghitungan pejuang Belgia di Syria mencatat bahwa secara keseluruhan ada 399 Muslim Belgia yang terlibat dalam perang Syria.
Salah satu alasan utama yang melatari para foreign fighters asal Belgia untuk berjihad di Syria adalah terjadinya ketidakstabilan hukum di negara mereka yang cenderung mengakibatkan tindak diskriminasi terhadap umat Islam yang mengamalkan ajarannya. Permasalahan ini melibatkan pandangan masyarakat global yang mengacu pada kebijakan Belgia atas ketidakmampuan pemerintahnya untuk mengintegrasikan masyarakat Muslim dalam masyarakat demokratis. Komunitas Muslim Belgia dianggap sebagai masyarakat yang tidak demokratis.
Masyarakat Eropa menyaksikan betapa kaum Muslim diperlakukan secara tidak adil dan ditindas mulai dari hal-hal yang semestinya menjadi hak-hak asasi mereka. Faktanya, Belgia melarang wanita Muslimah mengenakan cadar atau niqab, jilbab dilarang di sekolah-sekolah, di lokasi-lokasi pelayanan publik, serta tempat-tempat publik lainnya. Selain itu, fitnah-fitnah politik pun turut menimpa para foreign fighters.
Kondisi penuh tekanan di dalam negeri tersebut semakin menguatkan keinginan para foreign fighters Belgia untuk mengekspresikan perjuangan mereka dengan bergabung bersama mujahidin di berbagai medan jihad Islam. Melalui media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram peristiwa-peristiwa seputar Jihad yang diusung oleh simpatisan mujahidin Belgia dapat diakses dengan mudahnya, dan ini menjadi bumerang tersendiri bagi pemerintah Belgia atas diskriminasi mereka terhadap kaum muslimin Belgia.
Meskipun slogan-slogan dan penampilan militan yang ditampilkan di media-media tersebut dianggap aneh dan provokatif, namun setidaknya pesan ideologis dan politis dari para aktivis jihadi tersebut sedikit banyak tersampaikan pada media sosial yang ada. Hal ini terlihat dari diskusi dan penampilan mereka (masyarakat Muslim Belgia) ketika mereka sendiri berbicara melalui berbagai saluran media alternatif.
Hal tersebut mereka maksudkan untuk menunjukkan keterasingan sosial mereka di tengah masyarakat Belgia, sekaligus menguji sejauh mana mereka mampu memegang bara api di negeri mereka. Kondisi berat yang mereka hadapi ini menimbulkan beragam ekses. Di tengah tekanan demi tekanan yang mereka rasakan, hidayah Allah tiba. Mereka berpikir bagaimana mereka tidak boleh stagnan dalam kondisi itu. Mereka mulai berpikirkan masa depan umat Islam dengan jihad disertai persiapan-persiapan memadai. Momentum jihad Suriah merupakan angin segar yang mereka tunggu-tunggu.*

MENEGASKAN NASAB IDEOLOGIS KITA

Oleh: Herliawan Setiabudi
SEJARAH adalah suatu bidang strategis yang sangat penting untuk dipelajari. Generasi Islam tidak boleh menganggap sepele sejarah mereka. Jika individu-individu muslim enggan mengkaji sejarah pendahulunya, mereka tidak akan mengerti proses perjalanan yang mengantarkan mereka menjadi bagian dari entitas raksasa bernama umat Islam. Sebuah titik balik yang membuat mereka terangkat dari kelemahan dan kehinaan kepada kemuliaan dan kejayaan.
Nasab Ideologis
Islam menyebut komponen pemeluknya sebagai umat (al-ummah). Bukan dengan istilah bangsa (nation) yang sangat menekankan pada aspek premordialisme sebagai unsur pemersatu antar-individu yang tercakup di dalamnya. Islam merupakan sebuah sistem hidup yang bersifat universal, lintas bangsa, klan atau suku. Unsur pemersatu antar-individu dalam tubuh Islam adalah akidah Islam itu sendiri. Bukan bahasa, latar belakang sosial, premordialisme atau kesamaan ras dan nasab pemeluknya. Seperti diungkapkan oleh Sayyid Quthb (Fikih Pergerakan Sayyid Quthb, hal. 38), “Ikatan agama Islam ini bukan ikatan darah dan nasab. Bukan ikatan tanah air dan bangsa. Bukan ikatan kaum dan marga. Bukan ikatan warna kulit dan bahasa. Bukan ikatan ras dan suku. Juga bukan ikatan profesi dan status sosial.”
Allah menyebutkan ayat dalam Al-Quran yang memuat ‘definisi’  kataumat menurut Islam.

إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ

“Sesungguhnya (agama tauhid; millah para nabi) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu. Dan Aku adalah Rabb-mu, maka ibadahilah Aku.” (Al-Anbiya`: 92)
Sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad, misi dakwah para nabi selalu satu suara. Mereka sama-sama menyebarkan dakwah tauhid yang mengesakan penghambaan hanya kepada Allah. Maka, mereka disebut sebagai umat yang satu. Jadi, kalau umat Islam hari ini konsisten dengan ajaran Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, nasab ideologis mereka nyambung sampai kepada Nabi Adam. Sementara, orang-orang yang tidak mau memeluk Islam, mereka merupakan generasi yang secara ideologis terputus dari misi tauhid para nabi. Sehingga, mereka tidak layak disebut sebagai bagian dariummah wahidah seperti tercantum pada ayat di atas. Meskipun, secara biologis mereka bisa jadi keturunan seorang dai tersohor, ustadz, kiyai atau bahkan keturunan nabi.
Dalam konteks keumatan, yang diakui oleh Islam adalah nasab ideologis sebagai landasan berbagai bentuk hubungan. Sedangkan, nasab biologis bukan merupakan ikatan hakiki jika tidak dibingkai dengan ikatan nasab ideologis. Ini terbukti dari kisah Nuh alaihissalamyang harus terpisah dari anaknya yang disebut oleh Allah sebagai “tidak termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan)(Hûd: 46)”.
Sejarah peperangan para sahabat Nabi juga merekam kisah-kisah mencengangkan betapa bapak dan anak berhadap-hadapan saling menghunus pedang untuk mempertahankan ideologi masing-masing. Satu pihak membela Islam sementara pihak lainnya membela kesyirikan dan kekufuran. Pada saat seperti itu, nasab biologis betul-betul tidak ada nilainya.
Beban Historis
Sejak dulu hingga kini, musuh-musuh Islam memandang bahwa sejarah umat Islam adalah sasaran penting yang harus mereka bidik. Dengan berbagai cara, mereka berusaha membelokkan alur sejarah sebuah komunitas muslim di suatu negeri—yang kebetulan saja mungkin letaknya jauh dari jazirah Arab sebagai ‘tanah kelahiran’ Islam, seperti Indonesia, misalnya—agar lupa dengan akar sejarah mereka. Sehingga, akan terjadi missing link pada generasi berikutnya. Setelah imperialisme mulai masuk ke dunia Islam, mereka menggeser kebanggaan umat Islam terhadap sejarah Islam yang luhur kepada kebanggaan terhadap sejarah jahiliah yang mereka paksakan. Pada akhirnya, umat Islam tidak mengenal jati dirinya sendiri karena terputus dari sejarah agung mereka.
Prof Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam mukadimah Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, mengutip Zakariya Bayumi, menulis, “Sejarah Islam modern  dan klasik merupakan panji yang selalu dibidik oleh kekuatan yang memusuhi Islam. Sebab mereka menganggap bahwa sejarah merupakan wadah akidah, pemikiran dan pendidikan dalam membangun identitas kaum muslimin.”
Di Indonesia sendiri, upaya-upaya itu salah satu gejalanya mulai tampak dengan mencoba mengangkat kembali nilai-nilai kuno animisme, dinamisme dan sinkretisme untuk mengikis nilai-nilai Islam. Biasanya, misi itu dikemas dengan istilah-istilah ‘menggali kearifan lokal’, ‘menggali nilai-nilai warisan budaya lokal’ atau sejenisnya. Misi terselubung ini mengarah pada satu titik pencitraan bahwa Islam adalah ‘pendatang baru’ di negeri ini yang tidak berakar dan tidak memiliki andil apapun bagi kemajuan Indonesia.
Seruan itu menggiring manusia Indonesia untuk kembali terjebak dalam masa kelam paganisme. Sekaligus, menyalahi fakta bahwa Islam-lah yang telah memutus mata rantai kejahiliahan mereka kemudian menyepuhnya menjadi insan-insan beradab dan mulia sebagai keturunan ideologis para nabi. Jika proses itu berjalan mulus, maka mereka harus bersiap-siap menanggung beban berat ‘kebanggaan jahiliah’ yang sulit dihapus dari memori sejarah.
Sangat menarik ungkapan yang ditulis oleh K.H. Rahmat Abdullah. Sosok yang dikenal dengan sebutan Syaikhut Tarbiyah bagi komunitasAl-Ikhwan Al-Muslimun Indonesia itu dalam pengantar buku Manhaj Haraki, karya Munir Muhammad Al-Ghadban[1],  menulis, “Misalnya, beban historis orang Mesir harus memikul kebanggaan sebagai bangsa turunan Fir’aun. Orang-orang Irak dengan Nebukad Nezar atau Hamurabbi yang dibangun dengan darah, keringat, dan tulang belulang rakyatnya. Sedangkan di sini, mereka pun memikul beban historis Sriwijaya dan Majapahit yang sama tiraninya. Padahal negeri-negeri itu jelas diselamatkan, dibangkitkan dan diperjuangkan oleh Islam dan kaum muslimin. Sayangnya, peranan Islam mereka kesampingkan, sementara generasi mudanya dicekoki dengan sejarah tirani yang tumbang itu.”
Urgensi Studi Sejarah
Melihat kenyataan ini maka perlu adanya upaya pencegahan atas upaya-upaya tersebut agar peran Islam dalam sejarah Indonesia dapat dipahami secara semestinya. Sayangnya, masih belum banyak muncul sejarawan muslim yang berkomitmen untuk membela agamanya dan dengan berani menampilkan historiografi Islam Indonesia sesuai dengan fakta-fakta sejarah yang tidak terdistorsi. Melalui sejarah yang lurus itu, umat Islam Indonesia mampu menjelaskan identitas keislaman mereka secara utuh kepada dunia luar.
Peter Carey, sejarawan Inggris yang selama kurang lebih 30 tahun meneliti tentang kehidupan Diponegoro, dalam prakata Takdir; Riwayat Pangeran Diponegoro, 1785-1855, mencatat, “Semoga biografi ringkas ini dapat mengilhami generasi muda Indonesia untuk memberi penghargaan yang lebih besar kepada sejarah mereka sendiri, serta agar mereka berani menjalani karier sebagai sejarawan  profesional. Saya berharap mereka tergugah oleh perkiraan mutakhir yang menyebutkan bahwa 90 persen karya tulis ilmiah tentang Indonesia justru disusun oleh mereka yang tinggal di luar Indonesia, yang sebagian besar tentunya adalah orang asing. Jika angka ini benar, maka Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang paling kurang efektif menjelaskan dirinya sendiri pada dunia luar.”
Apa yang ditulis Carey itu semestinya menjadi cambuk bagi manusia Indonesia untuk mempelajari sejarah mereka dan menuliskannya sendiri. Kalau ditarik dalam konteks keislaman, karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka kaum muslim Indonesia harus mempelajari sejarah mereka dari perspektif keumatan bahwa mereka merupakan bagian integral dari dunia Islam. Bukan dari sudut pandang kenegaraan sekular yang sempit yang terpagari oleh batas-batas geografis semu bentukan faham kebangsaan (nationalism) yang pada gilirannya akan kembali melahirkan beban-beban historis kejahiliahan dan bergerak menjauh dari garis keturunan ideologis para nabi.*
Sumber Bacaan
Ahmad Hasan (penyadur). 2007. Fikih Pergerakan Sayyid Quthb (Aku Wariskan untuk Kalian!). Yogyakarta: USWAH.
Ali Muhammad Ash-Shallabi. 2011. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Munir Muhammad Al-Ghadban. 2009. Manhaj Haraki. Jakarta: Rabbani Press.
Peter Carey. 2014. Takdir: Riwayat Hidup Pangeran Diponegoro, 1785-1855. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
[1]Yang diterbitkan oleh Rabbani Press, Jakarta.

Di Balik Fenomena “Color Run”

Oleh: Ahmad Hasan*
Pernahkah kita mendengar istilah “Color Run”?
Atau bahkan kita sudah pernah ikut dalam ajang ini?
Bagi para pemuda tentunya hal ini bukanlah hal yang aneh dan asing, karena memang ini adalah sebuah acara yang sedang booming saat ini di Indonesia. Sejarah color run sebenarnya adalah meniru kebudayaan bangsa India yang lalu dimodifikasi dan pertama kali diselenggarakan pada Januari 2012 di Tempe, Arizona, Amerika Serikat. Dan di Singapura untuk pertama kalinya acara Color Run diadakan di Asia.
Color Run adalah sebuah kegiatan berlari sejauh 5K (lima kilometer) dengan ditaburi bubuk warna yang akan menyambut peserta setiap melewati satu kilometernya. Lalu di sesi closing party para peserta akan diberikan sebuah bubuk warna-warni yang akan dilemparkan bersamaan dengan joget diiringi musik lengkap dengan DJ (Disc Jockey).
Color Run dari pertama kali muncul di Amerika tahun 2012 mengalami lonjakan peserta yang sangat signifikan. Dibuktikan pada tahun 2013 peserta mencapai satu juta manusia di seluruh belahan dunia. Merupakan jumlah yang sangat besar melihat acara ini adalah acara lari non-profesional yang berbayar.
Color Run telah menjadi sebuah budaya untuk pemuda-pemudi masa kini, dan budaya ini hanya populer di masyarakat modern. Atau sering masyarakat menyebutnya sebagai Pop Culture. Budaya yang senantiasa lahir di tengah-tengah kehidupan manusia yang sangat konsumtif. Hal ini tentunya bukan tanpa sebab, dengan mudahnya budaya ini dibuat dan disebarkan dengan sangat cepat tanpa melihat batas wilayah, ras, dan agama.
Sebagai manusia yang sangat konsumtif hal ini menjadi sasaran empuk oleh para kapitalis dalam membuat sebuah proyek massal dengan menyasar masyarakat yang haus akan trend masa kini yang menjadi sebuah barang lumrah. Jika kita lebih kritis, hal ini adalah sebuah proyek besar yang hanya akan menguntungkan para elit penguasa, dalam hal ini adalah para penyelenggara. Bukan hal yang susah bagi para elit kapitalis untuk menciptakan ketergantungan barang produksi dan budaya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa mayoritas masyarakat bangsa kita merupakan masyarakat yang konsumtif. Salah satu bukti mutlaknya adalah mewabahnya budaya baru Color Run ini.
Media sosial menjadi faktor pendukung utama mewabahnya budaya ini. Dengan berlari-lari kecil bahkan jauh dari makna olahraga sekalipun, berfoto bersama, dan lalu mengabadikannya di media sosial. Hal ini menimbulkan efek domino terhadap masyarakat penikmat yang konsumtif serupa. Mereka akan sering membicarakannya dan cenderung berusaha mengikuti acara ini. Karena ini adalah sebuah budaya tren maka hal ini pastinya akan menjadi pemicu munculnya usaha dalam rangka meningkatkan eksistensi dalam bergaul atau strata sosial. Masyarakat konsumtif akan sangat menyukai tren yang sedang booming agar mereka dipandang mengikuti mode atau tidak kampungan. Hal ini menjadi ketergantungan dalam masyarakat konsumtif.
Mungkin jika budaya ini muncul dahulu kala, beberapa dekade ke belakang, yang mana masyarakat kita masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan identitas bangsa, konsep acara hura-hura seperti ini akan susah untuk menembus budaya bangsa kita. Namun sekarang budaya kita telah kalah dengan budaya asing. Persis perkataan seorang ulama sekaligus sosiolog Islam, Ibnu Khaldun, yang mengatakan hal ini merupakan suatu keniscayaan dimana peradaban yang sedang menang, jaya, dan maju, akan selalu menjadi panutan bagi peradaban-peradaban lain yang kalah.
Kita paham bahwa era sekarang dunia sedang memandang bangsa Barat adalah peradaban yang paling maju. Maka, kita sebagai bangsa berkembang yang dalam fase di bawah bangsa Barat akan selalu cenderung berusaha untuk mengikutinya tanpa melihat bahwa budaya itu sesuai atau tidak dalam budaya asli bangsa kita.
Identitas bangsa semakin runtuh, melihat budaya atau tren populer yang hadir dan diadaptasi dengan sempurna bukanlah budaya hasil keinginan masyarakat sendiri, melainkan oleh para elit penguasa, konspirator kapitalis dan media, diharapkan kita sebagai generasi muda bangsa mampu memfilter budaya asing. Walaupun hal ini bukanlah hal baru dalam masyarakat, namun masyarakat terbukti cenderung susah untuk membentengi diri. Dengan bersikap kritis diharapkan masyarakat mampu menciptakan budaya sendiri yang sesuai dengan identitas bangsa Indonesia.*
*Ketua Mahasiswa Pecinta Islam Surakarta, periode 2015-2016.

Rabu, 11 Desember 2013

Pemuda Islam Itu Mahasiswa yang Murni Tauhidnya Menyeluruh Kepahaman Islamnya

    Kewajiban belajar agama bukan hanya bagi mahasiswa yang duduk di Jurusan Syari’ah atau yang belajar di Universitas Islamiyah. Mahasiswa pertanian, teknik dan kedokteran serta mahasiswa mana pun punya kewajiban yang sama. Ada kadar wajib dari ilmu agama yang mesti setiap mahasiswa pelajari. Karena tidak adanya ilmu agama itulah yang menyebabkan mahasiswa banyak yang salah jalan dan salah langkah. Akhirnya ada yang asal berkoar, namun bagai tong kosong nyaring bunyinya dan ujung-ujungnya tidak mendatangkan maslahat malah mengundang petaka.

     Tentu yang lebih diprioritaskan bagi setiap muslim untuk dipelajari adalah ilmu akidah dan tauhid. Karena kaum muslimin -bahkan banyak dari mereka- yang tidak mengetahui apa saja yang merusak akidah dan tauhidnya.
Perlu adanya pembinaan akidah dan prinsip beragama yang benar. Setelah akidah dan tauhid ini dibenarkan, yang tidak kalah penting adalah mempelajari ibadah yang harus dikerjakan setiap harinya seperti wudhu, shalat dan puasa. Begitu pula ditambah dengan cara bermuamalah dan berakhlak terhadap sesama tidak kalah penting untuk dikaji dan dipelajari.

        Mahasiswa adalah suatu populasi manusia penghimpun kebaikan yang didirkan dalam rangka iqamatuddien (menegakkan Islam) dengan menyesuaikan kebutuhan realitas dunia mahasiswa.

Maksudnya, dalam hal ini tidak kemudian menjadikan kita sebagai santri-santri yang akan pergi meninggalkan kampus. Namun, adalah bagaimana kita sebagai pemuda islam ini bisa berperan dalam da’wah sesuai dengan keahlian dan profesi masing-masing sebagai mahasiswa.

     Sungguh tiada tercela bahwa peran kita itu mulia kawan, kita berdiri dalam rangka mewujudkan insan akademis yang menjalankan syari’at Islam sehingga nantinya tercipta generasi Islam yang memahami, mencintai dan memperjuangkan Islam. Dengan catatan, dengan keahlian dan profesinya masing-masing.


     Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menjadi pemuda islam generasi harapan termasuk diantaranya adalah, Menanamkan ajaran Islam kepada diri kita pribadi dengan tholabil 'ilmi dan menularkannya kepada mahasiswa lain warisi ilmu islam secara murni dan kaffah. Selain itu, kita dapat membentuk pola pikir Islam dengan aktual dan faktual berdasarkan tingkat kepahaman masing-masing dengan melakukan banyak sharing agama. Menghimpun potensi ilmu dan keahlian yang kita milikki untuk menegakkan Islam. Membina dan menggerakkan teman-teman mahasiswa guna terwujudnya tujuan yang kita inginkan. Kemudian, sama-sama kita mewujudkan sarana-sarana aktualisasi diri bagi mahasiswa yang sejalan dengan aturan Islam.

      Kita harus pintar memandang bahwa komunitas mahasiswa yang telah hadir saat ini belum membawa visi yang utuh dalam menegakkan Islam. Jika pun ada, kekuatannya masih sangat terbatas. Mengapa demikian..?

Dalam sisi ini seharusnya kita mengamati bahwa pergerakan mahasiswa yang telah hadir hari ini:

1. Belum sepenuhnya tegak di atas manhaj salaf ash shalih. Sebagian komunitas mahasiswa yang hari ini aktif tegak di atas manhaj-manhaj baru yang tidak dikenal di masa-masa generasi salaf; baik para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in, dan kita wajib hadir dengan menawarkan manhaj salaf yang utuh dan murni, insya Allah dengan cara-cara yang diridhai Allah berdasarkan tujuan awal.

2. Keterlibatan berbagai komunitas mahasiswa ke dalam ranah politik praktis dengan terfokus pada da'wah struktural yang hari ini bergerak di atas ideologi demokrasi yang jauh, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai Islam, membuat da'wah kultural semakin lama semakin ditinggalkan. Sayyid Quthb rahiimahuLlah berkata, “Harakah Islam harus dimulai dari pondasinya, yaitu: menghidupkan hakikat aqidah Islam di dalam hati dan akal, serta men-tarbiyah orang yang menerima da’wah ini dengan tarbiyah Islamiyah yang benar. Tidak membuang-buang waktu dalam berbagai aktivitas politik yang tengah berlangsung. Tidak melakukan upaya untuk memaksakan sistem Islam dengan cara menguasai pemerintahan sebelum terbentuk pondasi Islam di tengah-tengah masyarakat—dimana merekalah nanti yang akan menuntut sistem Islam itu sendiri, jika mereka telah mengerti hakikatnya dan ingin diperintah berdasarkan sistem tersebut.” (Kutipan dari kitab Limaadza A’damuni; Mengapa Aku Dihukum Mati). 

3. Kelirunya sebagian gerakan dengan memaksakan mahasiswa untuk meninggalkan kampus dan menjadikan mereka santri yang menekuni kitab-kitab ilmu diin namun melupakan sisi yang lain, terutama keahlian dan profesionalitas dalam membangun peradaban Islam. Padahal, Islam mencakup seluruh aspek kehidupan yang tidak mungkin tidak, dalam proses penegakannya pun memerlukan tenaga-tenaga dari berbagai macam bidang kehidupan. 

4. Sebagian gerakan justru terlalu tergesa-gesa dan pada akhirnya lebih memilih memindahkan mahasiswa dari medan-medan da’wah kampus menuju medan-medan qital (perang fisik) yang mereka ciptakan sendiri. Padahal realita yang ada di wilayah Nusantara hari ini secara umum adalah wilayah da’wah dan amar ma’ruf nahyi munkar. 

5. Sedangkan sebagian lagi terfokus untuk menghantam sesama muslim. Sikap yang awalnya hadir dari niat baik berbalik dan menjadi sikap saling menyerang, disebabkan cara atau penyampaiannya yang tidak tepat lagi frontal. Bahkan, di antara mereka ada yang selalu berupaya untuk membongkar borok-borok sesama gerakan Islam yang pada akhirnya justru menjatuhkan mereka ke dalam fitnah saling membid'ahkan dan saling mengkafirkan yang tidak berujung, sedangkan hak muslim terhadap sesama muslim terabaikan.

    Maka dari itu, harus ada sebuah kumpulan kemahasiswaan yang menghimpun kebaikan-kebaikan dari setiap komunitas mahasiswa muslim yang ada dan membawa tradisi keilmuwan para ulama salaf dan juga semangat mereka dalam da’wah, ‘amar ma’ruf nahyi munkar, dan jihad fii sabiilillah. Alasan-alasan inilah yang menjadi sebab khusus bagi kita harus menjadi dan berkumpul, berhimpun dalam satu komunitas yang jelas dalam berideologi dan beragama, memahami tauhid dan menyeluruh kepahaman islamnya dibandingkan komunitas-komunitas kemahasiswaan Islam yang pernah ada sebelumnya.

      Sadari betul bahwa Pemuda Islam yang saya maksud diatas adalah ibarat bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya, sehingga membutuhkan banyak uluran tangan dan gizi yang baik untuk membuat sang bayi ini tumbuh dan berkembang. Maka, jadilah tangan dan gizi-gizi itu wahai saudaraku. Mari kita bersama bersatu di atas manhajnya para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Kembali kepada pemahaman generasi pertama Islam (salaf ash shalih) dalam tarbiyah, da’wah, dan jihad.


  Jika kita sudah mengetahui prinsip penting dalam beragama, maka setiap mahasiswa pun harus menyadari bahwa mereka tidak boleh asal-asalan dalam bertindak. Tidak cukup bermodalkan semangat, segala tindakan itu butuh ilmu. Kata Imam Bukhari, “Ilmu itu sebelum berkata dan bertindak.” Wallahu waliyyut taufiq. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna


Semoga apa yang kita torehkan ini menjadi saksi di hadapan Allah kelak yang akan membuka pintu ridha dan maghfirah-Nya. Aamiin…

Hari Gini Pacaran..??. Apa Kata Akhirat??

Pagi-pagi si Nayla berlari menuju kelas untuk berjumpa dengan teman-temannya. Sampai ngos-ngosan sangking gak sabar ingin memberikan kabar” gembira” kepada teman-temannya. “ Pagi sob?” aq senang kali hari ne, kenapa? Tadi malam aku di tembak, “ tapi koq masih hidup? Hmm maksud aku,tadi malam hati aku ditembak dengan kata-kata cinta. .” Ya ya? Memang kamu ditembak sama siapa? “Sama Sule”, apaaaaa????? Eitz bukan sule yang artis ituloh, tapi yang jelas aku bangga sekarang jadi pacar dia. ^_^. Sekarang statusa ku gak jomblo lagi, senangnya.

Gubraaaaakkk ngelakuin maksiat senang!! 

Koq maksiat sich?

Ya jelaslah maksiat, karena bukan perbuatan yang Allah rekomendasikan untuk dilakukan. Walaupun cinta itu datangnya dari Allah dan fitrah juga bagi manusia  tapi kalau tidak sesuai jalur nya maka akan jadi fitnah loh. Dan  biasanya kalau dua  orang yang saling  jatuh cinta mengungkapkan perasaan dan akhirnya jadian alias pacaran maka hatinya selalu deg-degan setengah mati,  seperti genderang mau perang dan sampai nyanyi “ disetiap ada kamu mengapa jantung ku berdetak, berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang (gombal yang sesuai kenyataan ini). Tapi kenapa bisa deg-degan ya? Ya iya lah karena adanya daya tarik menarik hati. 

Trus Pacaran boleh gak sich?

Kalau ditanya Pacaran boleh apa tidak? Jawabannya BOLEH koq (akhirnya ada “dalil”juga ne untuk pacaran ). Eitz nanti dulu, jawabannya belum selesai, pacaran boleh tapi setelah kamu menikah. karena dengan menikahlah apa yang haram menjadi halal. Zaman sekarang pacaran bukan satu hal yang tabu lagi bagi masyarakat, seolah-olah pacaran di zaman sekarang adalah hal yang lumrah dan biasa, malahan sebagian orang tua kalau anaknya gak pacaran risau dan nanya ke anaknya “Pacar kamu mana”?. (Nauzubillah). Si anak pun jadi riasau karena udah lama ngejomblo padahal seharusnya dia bangga karena dia telah melakukan sesuatu yang direkomendasi oleh Allah yakni “ jangan dekati zina”.Trus hubungan zina apa dengan pacaran??

Mautau atau mau tau banget?

Gine shob..

Kata Rasulullah zina besar itu berawal dari zina kecil loh, Contohnya ne, zina tangan dengan memegang, zina kaki melangkah ketempat maksiat, trus zina mata memandang dan zina hati adalah mencintai seseorang yang belum sah. Sekarang pertanyaannya?? 

ada gak sich orang yang pacaran yang gak pegangan tangan hari ne?
ada gak sich orang yang pacaran gak pergi berduaan ketempat yang sepi hari ne?
ada gak sich orang yang pacaran gak saling memandang hari ini?
 ada gak sich orang yang pacaran yang gak pernah nyebut dan kepikiran namakekasihnya?

Jawabannya pasti KAGAK ada, walaupun ada, ya cuma gaya pacaran orang yang sudah sedikit tau ilmu, gaya pacarannya cuma smsan dan telfonan trus pas ketemu dijalan senyum-senyum. Tapi efek sampingnya sama aja. Ya kan? Jadi semua yang Rasulullah sampaikan benar adanya makanya kita dilarang melakukan hubungan terlarang oleh Allah yakni PACARAN. Lagian di alqur’an Allah gx bilang “ JANGAN BERZINA” tapi Allah bilang  “JANGAN DEKATI ZINA”. Mendekati zina aja udah gak boleh seperti pegangan tangan, boncengan berduaan, ke bioskop berdua dan kalau ramadhan kemesjid berdua. ( mau ibadah koq diawali maksiat), sms sayang-sayang, telfonan pakai cinta-cinta.Waduh sama orang yang baru kenal aja udah berani ngumber perasaan. Siapa sich dia?

Trus Kalau udah terlanjur Pacaran Gemana?

Kalau udah terlanjur ya sudah “Putusin Aja!!”, insya Allah ketika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah maka  akan ganti sesuatu yang jauh lebih baik sama Allah. Apalagi meninggalkan sesuatu yang haram (red : Pacaran) karena Allah, yakin dech akan diganti dengan yang jauh lebih baik. Shob Pacaran itu enaknya cuma sebentar, gak enaknya yang lama karena lama-lama hati mu akan tersiksa karena menjalani hubungan terlarang oleh Allah dan akan lebih gak enak kalau udah diakhirat kelak. Shob Memang tidak semua pacaran berakhir dengan zina tapi sudah tentu bisa dipastikan semua zina terjadi karena pacaran. 

Jadi mulai sekarang kamu harus bangga untuk menjadi jomblo sejati sampai pengeran hati menjemput mu menuju singgasana abadi yang  akan membekas dihati. Karena cinta telah di ridhoi oleh sang pemilik hati yakni Allah pemilik cinta sejati^_^.

BY : kHAIRATUN HISAN